Salah satu etika berdoa adalah tidak tergesa-gesa, tidak bosan menunggu dikabulkannya doa dan tidak gampang putus asa saat berdoa.
Dalam hadits sahih disebutkan, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
“يُسْتَجَابُ لِأَحَدِكُمْ مَا لَمْ يَعْجَلْ، يَقُولُ: دَعَوْتُ فَلَمْ يُسْتَجَبْ لِي”
“Doa kalian akan dikabulkan selama tidak tergesa-gesa. Ia berkata, “Aku sudah berdoa namun belum dikabulkan”. HR. Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu.
Imam Ibn Hajar rahimahullah menjelaskan, bahwa dalam hadits di atas terkandung salah satu etika berdoa. Yakni terus menerus meminta dan tidak putus asa menunggu terkabulkannya doa. Sebab etika ini menunjukkan adanya kepatuhan, kepasrahan dan ketergantungan kepada Allah. Hingga sebagian ulama salaf berkata, “Aku lebih mengkhawatirkan terjangkiti malas berdoa, dibanding tidak dikabulkannya doaku”.
Bahkan sebagian ulama menjelaskan, bahwa orang yang bosan berdoa lalu meninggalkannya; sejatinya ia telah menuduh Allah pelit. Sebab ia merasa telah maksimal dalam berdoa dan menganggap doanya sudah berhak dikabulkan Allah. Ternyata tidak juga dikabulkan. Berarti Allah pelit dong! Na’udzubillah min dzalik…
Padahal manakala seorang berdoa dan belum dikabulkan, bisa jadi pemicunya adalah karena ia belum memenuhi syarat-syarat terkabulnya doa. Atau dia masih melakukan hal-hal yang menghalangi terkabulnya doa. Pembahasan tentang faktor-faktor penghalang terkabulnya doa, telah kita kaji pada Silsilah Fiqih Doa dan Dzikir No: 88-89. Sedangkan kajian tentang sebab-sebab terkabulnya doa, juga telah kita sampaikan pada Silsilah Fiqih Doa dan Dzikir No: 91-98.
Ingatlah bahwa Allah sudah berjanji akan mengabulkan doa hamba-Nya. Tidak mungkin Allah mengingkari janji-Nya. Namun, proses pengabulan doa masing-masing orang itu tidak sama.
Ada yang langsung dikabulkan permintaannya, mirip seperti isi doanya.
Ada yang dikabulkan permintaannya sesuai dengan apa yang ia minta, namun setelah waktu yang cukup lama. Karena suatu hikmah yang dikehendaki Allah ta’ala.
Ada yang dikabulkan doanya, namun sedikit berbeda dengan isi permintaannya. Sebab Allah mengetahui, bahwa apa yang diminta orang tersebut kurang baik untuk dirinya.
Ada pula yang belum dikabulkan doanya di dunia. Sampai ia meninggal, apa yang ia minta tidak juga dikabulkan Allah ta’ala. Namun ternyata Allah menjadikan doa-doanya itu sebagai pahala yang akan ia nikmati kelak di hari kiamat.
Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam menjelaskan,
“مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَدْعُو بِدَعْوَةٍ لَيْسَ فِيهَا إِثْمٌ، وَلَا قَطِيعَةُ رَحِمٍ، إِلَّا أَعْطَاهُ اللهُ بِهَا إِحْدَى ثَلَاثٍ: إِمَّا أَنْ تُعَجَّلَ لَهُ دَعْوَتُهُ، وَإِمَّا أَنْ يَدَّخِرَهَا لَهُ فِي الْآخِرَةِ، وَإِمَّا أَنْ يَصْرِفَ عَنْهُ مِنَ السُّوءِ مِثْلَهَا”
“Setiap muslim yang berdoa dan doanya tidak bermuatan dosa ataupun memutus silaturrahim; pasti Allah akan karuniakan padanya salah satu dari tiga hal. (1) Akan segera dikabulkan doanya. Atau; (2) akan ditabung sebagai pahala di akhirat. Atau; (3) akan dihindarkan dari marabahaya yang sepadan dengan isi doanya. HR. Ahmad dari Abu Sa’id al-Khudry radhiyallahu’anhu dan dinilai sahih oleh al-Albaniy.
@ Pesantren “Tunas Ilmu” Kedungwuluh Purbalingga, 10 Shafar 1439 / 30 Oktober 2017